AI dan Robotika Dominasi Perkembangan Teknologi Konstruksi 

SUTAMI – Ini akan menjadi tahun yang penuh gejolak bagi industri konstruksi, gemuruh seputar kecerdasan buatan, khususnya AI generatif — menyita banyak perhatian di industri teknologi konstruksi. Dunia konstruksi menaruh harapan pada mesin yang diformat dengan “large behavior models,” kemapuan prefabrikasi, dan pencetakan 3D.

Large behavior models atau model perilaku besar (LBM) menjadi model kecerdasan buatan (AI) yang mensimulasikan dan memahami perilaku manusia. Model ini dirancang untuk berfokus pada proses pengambilan keputusan, interaksi, dan pola perilaku. Maka, betapa pentingnya teknologi tersebut bagi industri di tahun-tahun mendatang.

Keran air terbuka setelah OpenAI merilis ChatGPT tahun lalu, para ahli di seluruh industri telah meneliti bagaimana teknologi yang sedang berkembang pesat akan mengubah pekerjaan mereka. Lalu, “Bagaimana perusahaan konstruksi mulai menggunakan AI generatif?

Matt Abeles, wakil presiden teknologi dan inovasi konstruksi di Associated Builders and Contractors, mengatakan bahwa kekuatan AI dapat digunakan untuk membebaskan pekerja dari pekerjaan sehari-hari yang membosankan, seperti email, bersama dengan pekerjaan di lokasi kerja.

“Dalam konstruksi, kita dapat mengandalkan AI untuk tujuan penting seperti peningkatan keterampilan, pengembangan tenaga kerja, transfer pengetahuan, pengoptimalan rantai pasokan, desain dan perencanaan keselamatan yang ditingkatkan, dan banyak lagi,” kata Abeles.

Namun, para ahli ini juga memperingatkan para kontraktor untuk berhati-hati. Meskipun itu bukan saran yang baru, tetap adanya ancaman eksistensial yang dapat ditimbulkan oleh program teknologi tersebut bagi umat manusia. Para profesional di industri bangunan perlu memberikan perhatian khusus.

Henning Roedel, pimpinan robotika untuk DPR Construction menjelaskan, dalam industri konstruksi, pihaknya benar-benar perlu menyadari kehidupan, keselamatan, dan risiko pekerjaan bangunan. “Jika model bahasa yang besar itu merespons dengan jawaban yang salah, dan kami mempercayainya serta menindaklanjutinya, itu kesalahan kami. Kami harus sangat berhati-hati tentang hal itu, dan memastikan bahwa informasinya benar dan melakukan uji tuntas,” jelasnya.

Roedel menunjuk pada terobosan dari Toyota Research Institute, tempat para peneliti menggunakan teknik AI generatif yang dikenal sebagai “kebijakan difusi” untuk mengajarkan robot cara melakukan tugas-tugas yang cekatan.

*** Selengkapnya dapat dibaca di e-Magz Sutami