“Panjai Meruah, Rimpun Sejiwa”

SUTAMI – IBAN, salah satu kelompok etnis Dayak yang mendiami sebagian besar wilayah Kalimantan Barat dan Sarawak. Di tengah hutan tropis Kalimantan Rumah Panjai menjadi pusat kehidupan masyarakat Iban rumah yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial, budaya dan spiritual.

Rumah Panjai mencerminkan cara hidup masyarakat Iban yang sangat terikat dengan nilai adat dan tradisi nilai-nilai luhur yang mengajarkan masyarakat Iban untuk hidup selaras dengan alam dan sesama. Iban menyebut wilayahnya dengan nama kampung yang mereka tinggali atau nama sungai di mana mereka bermukim.

Salah satu karakteristik masyarakat tiban ialah tato yang melekat di tubuh mereka serta pada masa perang antar suku dahulu dibanding dikenal akan kehebatan panglima perangnya.

Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) kembali menyelenggarakan Ekskursi Arsitektur UI: Iban, sebagai bentuk upaya pelestarian arsitektur vernakular di Indonesia. Pameran hasil ekskursi tersebut dilakukan di Galeri Emiria Soenassa, Taman Ismail Marzuki, dengan tajuk “Panjai Meruah, Rimpun Sejiwa”.

Panjai merujuk pada kata Panjai dari Rumah Panjai, sedangkan Meruah berarti melimpah, menyeruak, juga rimbun. Gaya hidup bersama masyarakat Iban dilihat sebagai sintesis perjalanan sejiwa. Satu hati atau Satu jiwa.

Ekskursi kali ini dilakukan di Dusun Sungai Pelaik, Desa Melemba dan Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kalimantan Barat. Di kedua desa ini, bermukim Suku Dayak Iban. Destinasi ini dipilih karena Suku Dayak Iban masih memegang teguh budaya dan tradisi leluhurnya. Hal ini tergambarkan melalui arsitektur tempat tinggal mereka, yaitu rumah Panjai.

Rumah Panjai merupakan rumah tradisional masyarakat Iban yang berbentuk rumah panggung. Panjai sendiri berarti panjang dalam bahasa Iban, sehingga rumah panjai adalah rumah panjang, yang dapat disebut juga dengan Rumah Betang.

Dalam penggunaannya, Rumah Panjai diisi oleh sejumlah keluarga. Dari luar ke dalam, Rumah Panjai terdiri dari Tanjuk atau halaman, Kaki Lima yang berfungsi sebagai teras, Ruai-Penyurai yang merupakan lorong yang membentang sepanjang rumah, Bilik atau kamar, Tanjuk Belakang atau halaman belakang, dan Sadau yang merupakan tempat penyimpanan di atas Ruai hingga Bilik.

Rumah Panjai di Dusun Sungai Utik memiliki 28 bilik dan panjangnya 167 meter, sedangkan rumah panjai di Dusun Sungai Pelaik memiliki 10 bilik dan panjangnya 50 meter. Saat pembangunan awal di tahun 1970-an bilik tersebut masih terdiri atas satu ruangan yang dihuni oleh masing-masing keluarga. Saat ini milik tersebut telah mengalami perkembangan yang beragam karena berkembangnya kebutuhan.

Selarasnya dengan alam juga tampak dari Rumah Nelayan. Adalah area bagi penghuni masyarakat Iban untuk menetap ketika permukaan air surut hal ini merupakan wujud adaptasi mereka yang mempermudah aksessibilitas dalam menangkap ikan dan akses mereka ke area sekitar ketika danau dalam musim kering.

Ketua Pelaksana Ekskursi, Gregorius Arif Christopherson mengatakan, melalui ekskursi yang melibatkan 144 anggota yang terdiri dari 3 angkatan ini, tim telah mendokumentasikan arsitektur rumah Panjai, mulai dari material hingga konstruksi yang digunakan.

Mereka juga mempelajari aspek interioritas yang terjadi dalam kehidupan masyarakan Iban. Selain ilmu arsitektur tradisional, mereka juga mendapat pelajaran hidup yang berharga, bahwa kita harus menjaga kelestarian alam dan menghormati tradisi dari para leluhur.

Hal senada disampaikan Prof. Dr. Kemas Ridwan Kurniawan, S.T., M.Sc., Ph.D., Dekan FTUI, Ekskursi Arsitektur UI ini adalah upaya luar biasa dalam melestarikan arsitektur vernakular Indonesia, khususnya Rumah Panjai milik Suku Dayak Iban.

Program ini tidak hanya memberikan pengalaman belajar yang kaya bagi mahasiswa, tetapi juga menjadi kontribusi penting dalam pendokumentasian dan pelestarian budaya nusantara. Diharapkan hasil dari ekskursi ini dapat menginspirasi generasi muda untuk terus menjaga dan menghormati warisan budaya Indonesia.